Jumat, 06 Mei 2011

Tari Barong

2 komentar
Sejarah Tari Barong
Tari Barong adalah tarian khas Bali yang berasal dari khazanah kebudayaan Pra-Hindu. Tarian ini menggambarkan pertarungan antara kebajikan (dharma) dan kebatilan (adharma). Wujud kebajikan dilakonkan oleh Barong, yaitu penari dengan kostum binatang berkaki empat, sementara wujud kebatilan dimainkan oleh Rangda, yaitu sosok yang menyeramkan dengan dua taring runcing di mulutnya.

Ada beberapa jenis Tari Barong yang biasa ditampilkan di Pulau Bali, di antaranya Barong Ket, Barong Bangkal (babi), Barong Macan, Barong Landung. Namun, di antara jenis-jenis Barong tersebut yang paling sering menjadi suguhan wisata adalah Barong Ket, atau Barong Keket yang memiliki kostum dan tarian cukup lengkap.

Kostum Barong Ket umumnya menggambarkan perpaduan antara singa, harimau, dan lembu. Di badannya dihiasi dengan ornamen dari kulit, potongan-potongan kaca cermin, dan juga dilengkapi bulu-bulu dari serat daun pandan. Barong ini dimainkan oleh dua penari (juru saluk/juru bapang): satu penari mengambil posisi di depan memainkan gerak kepala dan kaki depan Barong, sementara penari kedua berada di belakang memainkan kaki belakang dan ekor Barong.

Secara sekilas, Barong Ket tidak jauh berbeda dengan Barongsai yang biasa dipertunjukkan oleh masyarakat Cina. Hanya saja, cerita yang dimainkan dalam pertunjukan ini berbeda, yaitu cerita pertarungan antara Barong dan Rangda yang dilengkapi dengan tokoh-tokoh lainnya, seperti Kera (sahabat Barong), Dewi Kunti, Sadewa (anak Dewi Kunti), serta para pengikut Rangda.

Macam-macam Tari Barong

Barong Ket :
Barong Ket atau Barong Keket adalah tari Barong yang paling banyak terdapat di Bali dan paling sering dipentaskan serta memiliki pebendaharaan gerak tari yang lengkap. Dari wujudnya, Barong Ket ini merupakan perpaduan antara singa, macan, sapi atau boma. Badan Barong ini dihiasi dengan ukiran-ukiran dibuat dari kulit, ditempel kaca cermin yang berkilauan dan bulunya dibuat dari perasok (serat dari daun sejenis tanaman mirip pandan), ijuk atau ada pula dari bulu burung gagak.





Barong Bangkal  :
Bangkal artinya babi besar yang berumur tua, oleh sebab itu Barong ini menyerupai seekor bangkal atau bangkung, Barong ini biasa juga disebut Barong Celeng atau Barong Bangkung. Umumnya dipentaskan dengan berkeliling desa (ngelelawang) oleh dua orang penari pada hari-hari tertentu yang dianggap keramat atau saat terjadinya wabah penyakit menyerang desa tanpa membawakan sebuah lakon dan diiringi dengan gamelan batel / tetamburan.




Barong Landung :
 Barong Landung adalah satu wujud susuhunan yg berwujud manusia tinggi mencapai 3 meter. Barong Landung tidak sama dengan barong ket yg sudah dikomersialisasikan. Barong Landung lebih sakral dan diyakini kekuatannya sebagai pelindung dan pemberi kesejahteraan umat. Barong Landung banyak dijumpai disekitar Bali Selatan, spt Badung, Denpasar, Gianyar, Tabanan.







Barong Macan :
Sesuai dengan namanya, Barong ini menyerupai seekor macan dan termasuk jenis barong yang terkenal di kalangan masyarakat Bali. Dipentaskannya dengan berkeliling desa dan adakalanya dilengkapi dengan suatu dramatari semacam Arja serta diiringi dengan gamelan batel.

Oleg Tamulilingan

0 komentar
Oleg dapat berarti gerakan yang lemah gemulai, sedangkan tambulilingan berarti kumbang pengisap madu bunga. Tari Oleg Tambulilingan melukiskan gerak-gerik seekor kumbang, yang sedang bermain-main dan bermesra-mesraan dengan sekuntum bunga di sebuah taman. Tarian ini sangat indah.
Tari Oleg Tambulilingan, yang semula dinamakan Tambulilingan Mangisep Sari, merupakan ciptaan I Ketut Mario dari Tabanan pada tahun 1952 atas permintaan John Coast (dari Amerika).
Terpujilah I Mario. Tari Oleg Tambulilingan yang diraciknya pada tahun 1951 hingga kini senantiasa abadi. Remaja putra dan putri selalu bermimpi untuk bisa menarikannya dengan sempurna. Selain sebagai simbol romantisme laki-perempuan, gerak tari Oleg juga mengandung karakter keindahan yang khas Bali. Foto-foto Oleg selalu menghiasi majalah, iklan penerbangan, iklan bank, billboard pinggir jalan dan media lain yang ingin melukiskan khasnya keindahan Bali. Namun tidak banyak yang tahu awal mula koreografer I Mario menciptakan tari ini, apalagi mengetahui stil gerakannya yang asli. Untuk mengenal Mario, Disbudpar Tabanan menggelar Lomba Tari Oleg Tambulilingan dan Kebyar Terompong se-Bali, 25-27 Maret lalu, di Gedung Mario Tabanan.

Sendratari Ramayana

0 komentar
nah..
Sendratari ini termasuk tarian yang  sering saya tarikan. Sendratari ini adalah karya I Wayan Beratha yang diciptakan pada tahun 1965. Sendratari ini banyak memakai busana pewayangan Bali dengan pengolahan pada beberapa bagiannya. Cerita yang diambil dalam sendratari Ramayana ini biasanya bermula dari pengembaraan Rama, Sita dan Laksmana ditengah hutan Dandaka, munculnya Kijang Emas, dilarikannya Sita oleh Rahwana, perang Rahwana dengan Jatayu, Hanoman menghadap Rama, Hanoman diutus ke Alengka dan berakhir dengan kembalinya Dewi Sita kepada Rama. Selain diiringi dengan Gong Kebyar sendratari ini juga dilengkapi dengan gerongan dan tandak oleh dalang.

Ada dua jenis sendratari Ramayana, kecil dan besar, yang pernah ada di Bali.
Sendratari Ramayana kecil biasa disebut Ramayana Ballet mempunyai durasi pentas sekitar satu jam dan dimainkan oleh antara 11-20 orang penari. Kisah yang dibawakan merupakan cuplikan dari bagian-bagian cerita Ramayana yang tersebar didalam 7 kanda, dimulai dari diculiknya Dewi Sita oleh Prabu Dasamuka dan berakhir dengan gugurnya raja Alangka ini. Yang termasuk sendratari yang sering saya tarikan bisa di bilang sendratari Ramayana kecil.

Sendratari Ramayana besar yang biasa disebut sebagai sendratari Ramayana kolosal adalah yang berdurasi sekitar 2-3 jam dengan pendukung yang berjumlah ratusan orang dengan melibatkan sedikitnya 2 barung gamelan. Sendratari ini biasanya difokuskan pada satu dari ke tujuh kanda yang ada dalam kisah Ramayana.

Tari Janger

1 komentar
Janger barangkali lebih muda dibandingkan Cak. Tetapi, saya tak tahu persis, belum pernah menemukan buku tentang sejarah Janger. Kalau drama tari Gambuh, sudah terbit buku dengan editor Maria Cristina Formaggia. Ini buku tentang Gambuh yang paling lengkap. Gambuh diperkirakan sudah ada pada abad XIV dan terus mengalami evolusi sampai abad XVII. Bentuk tarinya kemudian mengalami ”balinisasi” di abad XIX sampai abad XX. Lalu, ini yang menyedihkan, Gambuh nyaris mati di abad XXI ini.
Bagaimana dengan Janger? Janger Kedaton berusia 100 tahun. Itu berarti Janger sudah berusia seabad lebih, dan kita tidak tahu apakah usia sejatinya dua abad atau tiga abad. Belum ada penelitian ke arah itu, termasuk bagaimana evolusi Janger dari abad ke abad. Bahwa di Banjar Kedaton telah ada Janger sejak tahun 1906 dan terus dipelihara dari waktu ke waktu tentu merupakan prestasi tersendiri. Lestarinya kesenian di sebuah desa di Bali umumnya dikaitkan dengan hal-hal mistis. Janger Kedaton pun demikian. Masyarakat boleh beralih profesi, tetapi kesenian tetap dipertahankan karena dipayungi oleh hal-hal mistis dan sakral. Perjalanan Janger ini menjadi sisi menarik yang layak didokumentasikan.
Seni tari Janger mengalami banyak perubahan dari waktu ke waktu. Ini disebabkan pola dasar tari Janger adalah adanya dua kelompok yang bertembang saling bersautan. Di daerah-daerah lain Nusantara, jenis kesenian yang bertembang bersautan juga ada, baik berupa kidung tradisional maupun berpantun. Dan, kesenian seperti itu mengalami perubahan yang sama dengan Janger, yakni masuknya unsur-unsur aktual tentang situasi dan kondisi masyarakat pada zamannya.
Janger yang ”tradisional”, meski belum ada penelitian tentang itu, bercerita tentang kelompok muda-mudi yang lagi dimabuk asmara, yang sangat populer di Bali yang dilakukan oleh sekitar 10 pasang muda-mudi. Selama tarian berlangsung kelompok penari wanita (Janger) dan kelompok penari pria (Kecak) menari dan bernyanyi bersahut-sahutan tentang kisah-kisah asmara, dari cara berkenalan, menanyakan identitas, dan menjurus ke rayuan. Semuanya dilakukan dengan riang gembira. Mungkin keriangan itu ciri khas Janger yang tidak mengalami perubahan.. Pada umumnya lagu-lagunya bersifat gembira sesuai dengan alam kehidupan mereka. Gamelan yang biasa dipakai mengiringi tari Janger disebut Batel (Tetamburan) yang dilengkapi dengan sepasang gender wayang. Munculnya Janger di Bali diduga sekitar abad ke XX, merupakan perkembangan dari tari sanghyang. Jika kecak merupakan perkembangan dari paduan suara pria, sedangkan jangernya merupakan perkembangan dari paduan suara wanita.

Menjelajahi Seni Tari di Bali

0 komentar
Sejarah Tari Bali

Tari bali merupakan bagian organik dari masyarakat pendukungnya dan perwatakan dari masyarakatnya tercermin dalam tari. (I Made Bandem, 1983). Menurut struktur masyarakatnya, seni tari bali dapat dibagi menjadi 3 (Tiga) periode yaitu:
1. Periode Masyarakat Primitif (Pra-Hindu) (20.000 S.M-400 M)
2. Periode Masyarakat Feodal (400 M-1945)
3. Periode Masyarakat modern (sejak tahun 1945)

adapun beberapa jenis tarian di Bali seperti : 
- TARI LEGONG KRATON
Legong adalah salah satu tari Bali yang terkenal di dunia pariwisata Bali. Bahkan tarian ini sudah banyak dimainkan di negara – negara lain. Dari semua tarian klasik Bali, Legong tetap menjadi intisari feminitas dan keanggunan. Kata Legong berasal dari kata “leg” yang berarti gerak tari yang luwes atau lentur, “gong” berarti gamelan; “Legong” dapat diartikan sebagai gerak tari yang terikat oleh gamelan yang mengiringinya.
Konon ide awal dari Tari Legong berasal dari seorang pangeran dari Sukawati yang dalam keadaan sakit keras bermimpi melihat dua gadis menari dengan lemah gemulai diiringi oleh gamelan yang indah. Ketika sang pangeran sembuh dari sakitnya mimpi tersebut dituangkan kedalam tarian dengan gamelan lengkap. Tari Legong ditarikan oleh 2 orang penari anak – anak yang belum puber (14 tahun-an), namun pada beberapa Tari Legong terdapat seorang penari tambahan yang disebut dengan condong yang tidak dilengkapi dengan kipas; selain itu juga pada beberapa tempat Tari Legong ini ditarikan oleh wanita dewasa.
Terdapat sekitar 18 tari Legong yang dikembangkan di selatan Bali, seperti Gianyar, Badung, Denpasar dan Tabanan; misalnya Tari Legong Kraton (Lasem), Tari Legong Jobog, Tari Legong Legod Bawa, Tari Legong Kuntul, beberapa daerah mempunyai legong yang khas. Di Desa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang dinamakan Andir (Nandir). Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari legong yang memakai topeng dinamakan Sanghyang Legong atau Topeng Legong.
Salah satu Tari Legong yang paling terkenal adalah Legong Kraton (Lasem), pada Tari Legong ini seorang penari (condong) akan muncul pertama kali, kemudian menyusul 2 orang penari (legong). Tari ini mengambil dasar dari cabang cerita Panji(abad ke-12 dan ke-13, masa kerajaan Kadiri), yaitu tentang keinginan raja (adipati) Lasem (sekarang termasuk kabupaten Rembang) untuk meminang Rangkesari, putri kerajaan Daha (Kadiri), namun ia berbuat tidak terpuji dengan menculik putri tersebut. Sang putri menolak pinangan sang Adipati karena ia telah terikat oleh Raden Panji dari Kahuripan. Mengetahui adiknya diculik, raja Kadiri yang merupakan kakak dari putri Rangkesari menyatakan perang dan berangkat ke Lasem. Sebelum berperang, sang Adipati Lasem harus berperang menghadapi serangan burung garuda, dan ia berhasil lolos. Namun akhirnya ia meninggal dalam perang melawan raja Daha.